Monday, 2 January 2012

Suara Asa Dari Tanah Darma

Teruntuk ayahanda Presiden di istana khalifah

Apa kabar, ayah? Tak pernah kita berjumpa dan saling sapa. Namun aku mafhum, tugasmu memang menafkahiku dengan beberapa program dan kebijakan saja. Tapi setidaknya kita bisa berkomunikasi dari hati ke hati. Ya, melalui surat ini.
Perkenalkan anakmu, Yah. Aku berasal dari Desa Darma, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pasti ayah tahu, desaku itu subur dan kaya akan air. Tak heran jika Bapak Gubernur Hendrawan pun memperingati hari air se-dunia disana pada 14 Juni 2011 kemarin. Alhamdulillah, desaku bisa dikatakan subur makmur.
Aku sendiri hidup di tengah keluarga pedagang. Di sela-sela aktifitas kampus, aku sering membantu menjaga kios tekstil ibu. Kebetulan pasar kami tengah direhabilitasi. Maka kami menempati lahan milik salah satu orang terkemuka didesa. Sebelumnya kami menolak lokasi alternatif yang diusulkan pemerintah desa dengan alasan ‘kurang strategis’.
Karena penempatan pedagang belum diklasifikasikan, maka kiosku pun dikelilingi latar belakang pedagang yang beragam. Ada pedagang sembako, sandal, buah, daging, makanan, kapuk, dan penggiling kelapa.  Semuanya berbaur dengan berdempetan antara pedagang satu dengan yang lain. Lama-lama aku mulai akrab dengan dunia dagang dan pasar tradisional. Ternyata begitu pahit.
Rata-rata dari mereka mengucapkan, “Dagang sekarang sangat berbeda dengan dagang jaman dulu. Modal dan kebutuhan begitu menanjak, tetapi penghasilannya menurun. Betul-betul tidak seimbang.”
Menurut mereka, toko-toko besar dan modern menjadi pesaing berat. Sehingga pelangganpun tersedot kesana. Belum lagi jika ‘pasar baru’ itu selesai, mereka harus menebusnya dengan kisaran harga sampai Rp 19.000.000. Mereka kesulitan.
Maka betul kata ibuku,
“Pedagang zaman sekarang ujiannya setiap hari. Jadi harus pinter!”
Sayangnya, banyak diantara pedagang yang ‘kurang pinter’ (mungkin panik oleh banyaknya kebutuhan). Mereka terjerat oleh rentenir untuk menambah modal. Bukannya bertahan, malah banyak yang terjebak. Idealnya uang tersebut diolah sampai menghasilkan laba. Tetapi karena bunganya mekar menjadi bunga lagi, maka habislah dagangan mereka dengan sia-sia.
Aku mohon ayah menekan untuk ke-stabilan harga barang-barang pokok serta mempermudah pinjaman untuk usaha kecil menengah. Tak lupa ayah titahkan pengawasannya kepada pihak berwenang dengan baik.
Demikian surat dariku. Pada pena aku titipkan doa untukmu. Semoga ayah diberi kemudahan, petunjuk serta kesehatan lahir bathin sebagai imam bangsa.




Dian Rosdiana
Mahasiswi