Sunday 11 December 2011

CSB-1- Armada Pengibar Bendera

Gelaran arena akbar pada hari yang terhafal
Di istana garuda yang merindu kepak kebesarannya
Dalam malam yang deras dan siang-siangnya yang gusar
Kecuali titi arloji serta bulir demi bulir semangatmu
Kau tetap. Walau merangkak, kau menuju hulu

Memang pada bentang bendera ada noda-noda
Dan kaulah, noktah suci mensucikan setiap lipatan
Hingga kau tebar kerikil-kerikil bangkit yang mesti terselip
Dari reruntuhan asa sisa pembakaran kepercayaan
Bongkah-bongkah untuk kita satukan; menang

Tiang
Kibar
Merah
Putih
Tiang
Armada
Garuda
Tiang
Gelora
Indonesia
 

Cahaya Pagi

"Aya, cepet bangun!" Ujar Pagi sambil menggoyang-goyangkan pundak Cahaya.
"Hoaam... aku masih ngantuk!" jawab Cahaya kesal.
"Lho?! Malu sama ayam, Aya!"
Cahaya bergeming. Ia masih menutup matanya.
Pagi berusaha lagi, "Ayolah! Malu sama manusia!"
"Nih buat manusia!" Cahaya menimpukkan bantalan awan kelabu ke muka Pagi.

Sarapan Malam



Meneguk susu hangat begitu nikmat
Di pagi hari
Roti dan nasi berlauk-pauk menyambut
Di pagi hari

Pagi adalah detik pertama
Dan sarapan menjadi kegiatan berjam-jam

Pagi tanpa sarapan
Layaknya hati tanpa harapan
Modalmu menjalani hari
Kau tebar lagi janji-janji

Hari-hari sudah terjadwal
Perihal isi negri ini
Pasti meliputi kami

Kunjungan-kunjungan
Tanda tangani keputusan
Membacakan pidato
Komentari berita
Sarapan pagimu jadi pembicaraan melulu

Mendengar kau bicara
Kami mengangguk-angguk
Kami mengantuk
Bagi kami
Yang kau bicarakan terlalu tinggi
Banyak istilah yang tak kami fahami
Atau janji yang kau sebut berulang kali
Kami menguap lagi

Apa yang kau diskusikan
Jawabannya ada pada tiang-tiang karatan
Kadang bersembunyi di sela-sela lipatan uang
Bahkan di busa mulutmu yang kekeringan
Atau di mulut-mulut kaki tanganmu yang kebanyakan makan

Tanyalah kami
Modal utama menjalani hari;
Sudahkah kami sarapan pagi?

Memang seharusnya kau tahu
Setiap pagi kami gila dahulu
Hilang akal mencari bekal

Siang sore
Kadang seperti menanti lotre

Seringkali keajaiban datang malam
Itulah saatnya kami sarapan
Tentu tak sepertimu

Cukup kami ingin nyenyak sejenak
Tanpa dibangunkan nyanyian perut kesepian

Malam adalah detik pertama
Dan sarapan menjadi mimpi berjam-jam

Darul Ma’i, Juli 2011